Oleh Megantara Massie
Rangkong gading, burung yang memiliki nama ilmiah Rhinoplax vigil ini merupakan satwa yang sakral bagi masyarakat adat di Pulau Kalimantan. Burung ini dipercayai sebagai simbol keberanian, pelindung, juga jembatan masyarakat dayak dengan roh leluhur. Manifestasinya di masyarakat adat cukup beragam. Bulu dan gading rangkong dapat dijumpai dalam berbagai aksesori yang dikenakan masyarakat adat. Tidak sampai di situ, cara terbang rangkong gading juga ditirukan dalam tarian adat Dayak yang menggambarkan kedekatan manusia dengan alam.
Burung ini hidup di ekosistem hutan hujan tropis primer. Habitat utamanya adalah pohon yang telah berukuran besar hingga diameter mencapai satu meter. Sarangnya berada pada ketinggian lebih dari tiga puluh meter. Makanan rangkong gading didominasi oleh buah ficus yang tumbuh di hutan. Tubuhnya yang besar serta kuatnya sayap rangkong menyebabkan burung ini mampu terbang jauh. Kemampuannya dalam menyebarkan biji hingga radius lebih dari seratus kilometer menyebabkan perannya di ekosistem begitu krusial.
Di samping semua itu, dibutuhkan begitu banyak pengorbanan bagi induk rangkong dalam menghasilkan seekor anak. Burung betina akan mengurung diri di sarangnya yang hanya memiliki celah seluas paruhnya. Di dalam sarang tersebut, burung betina merontokkan sebagian bulunya untuk menjaga kehangatan sarang. Selama kurang lebih 150 hari, burung betina mengandalkan pejantannya untuk sumber makanan. Di sinilah ancaman bagi kelangsungan spesies ini mulai muncul. Bisa dibayangkan jika pejantan terbunuh, sebenarnya satu keluarga kecil rangkong gading juga telah terbunuh.
Sayang seribu sayang, satwa ini sekarang telah berstatus critically endangered atau satu level di bawah punah. Banyak faktor yang berpengaruh dan saling memengaruhi maraknya perburuan dan perdagangan satwa ini. Faktor utamanya adalah perdagangan ilegal atas paruh rangkong. Permintaan tertinggi terhadap kepala rangkong gading datang dari Cina. Apa yang menyebabkan begitu tingginya permintaan ini? Struktur kepala rangkong gading yang indah dan kokoh dapat dipahat dengan berbagai jenis ukiran yang begitu diminati. Tak main-main, akibat tingginya permintaan ini, harga per kepala rangkong gading bahkan mencapai US$1000 (Rp14,8 juta) di Amerika Serikat.
Mirisnya, masyarakat sendirilah yang melakukan perburuan liar ini. Sebenarnya, banyak upaya penyelundupan kepala rangkong gading oleh masyarakat yang berhasil digagalkan oleh pemerintah. Salah satu contohnya adalah penyelundupan 72 paruh burung rangkong di bandara Soekarno-Hatta dengan tujuan Hong Kong. Paruh burung dibungkus dengan kertas alumunium dan disamarkan dalam kotak biskuit. Namun, tidak menutup kemungkinan lebih banyak upaya yang berhasil lolos lantaran semakin bervariasinya modus penyelundupan kepala rangkong gading. Iming-iming uang menjadi faktor pendorong yang tidak mudah ditolak. Nilai-nilai sakral satwa ini sepertinya tidak banyak diindahkan oleh masyarakat Indonesia sendiri.
Jeratan hukum bagi pelaku perburuan juga masih lemah. Denda maksimal yang bisa diberikan hanya sebesar seratus juta rupiah. Meskipun pelaku dapat dihukum penjara maksimal lima tahun penjara, hukuman yang pernah diberikan masih belum maksimal. Pada 2013 lalu, pemilik 229 kepala rangkong gading ilegal hanya divonis delapan bulan penjara dan denda sebesar sepuluh juta rupiah. Hal ini sangat tidak sebanding dengan kerugian yang ditimbulkan terhadap ekosistem.
Pada 2018 kemarin, telah diterbitkan Strategi dan Rencana Aksi untuk Selamatkan Rangkong Gading oleh Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sebagaimana dinyatakan dalam Kepmen LHK No: SK.215/ MENLHK/ KSDAE/ KSA.2/5/2018. Tidak hanya berisi informasi mengenai spesies rangkong dan ancaman-ancamannya, beragam strategi untuk menyelamatkan spesies ini dari kepunahan juga tertuang di sana. Upaya untuk menyadarkan masyarakat akan ancaman terhadap kelangsungan spesies ini juga telah dilakukan oleh banyak pihak, termasuk upaya yang dilakukan Rangkong Indonesia. Semoga upaya ini dapat berhasil mengamankan burung yang kaya filosofi ini dari ancaman kepunahan.
Referensi lain:
Tim Penyusun. (2018). Strategi dan Rencana Aksi Konservasi (SRAK) Rangkong Gading. Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem KLHK
Sumber gambar Burung Rangkong Gading :https://www.goodnewsfromindonesia.id/uploads/post/large-screen-shot-2020-04-17-at-16-11-49-8a08c623c1d695c4ff73ea3d531e1707.png