Menu Close

KONSUMSI ENERGI FOSIL DAN KOMITMEN PERUBAHAN IKLIM

Energi memang selalu menarik untuk diperbincangkan. Pasalnya, energi menjadi kebutuhan yang penting bagi rakyat Indonesia maupun dunia. Ditambah lagi, kepadatan penduduk yang semakin meningkat menjadi pemicu ketergantungan besar terhadap energi. Mirisnya, kebutuhan energi yang besar didominasi oleh energi fosil yang sudah jelas memiliki banyak dampak negatif. Pusat Data dan Informasi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM, 2012) memaparkan bahwa energi di Indonesia diperoleh dari 49,5% minyak, 20,4% gas, dan 26% batubara. Seperti yang kita ketahui selama ini bahwa minyak, gas, dan batu bara merupakan energi yang bersumber dari fosil.

Dalam Peraturan Presiden Nomor 5 tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional disebutkan bahwa sasaran utama kebijakan yaitu tercapainya elastisitas energi lebih kecil dari satu dan terwujudnya energi primer mix yang optimal pada tahun 2025. Energi primer mix tersebut terdiri atas: minyak bumi menjadi kurang dari 20%, gas bumi menjadi lebih dari 30%, batubara menjadi lebih dari 33%, bahan bakar nabati (biofuel) menjadi Iebih dari 5%, panas bumi menjadi lebih dari 5%, energi baru dan energi terbarukan lainnya, khususnya biomassa, nuklir, tenaga air, tenaga surya, dan tenaga angin menjadi lebih dari 5%, dan batubara yang dicairkan (liquefied coal) menjadi lebih dari 24%.

Dengan adanya diversifikasi energi, pemerintah mengharapkan adanya pengurangan ataupun pengendalian produksi energi fosil dengan tetap menjamin ketersediaan pasokan energi dalam negeri.

Hal di atas juga diperkuat dengan adanya Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015 – 2019 dan Peraturan Menteri Nomor 25 Tahun 2018 tentang Pengusahaan Mineral dan Batubara. RPJMN dan peraturan tersebut menjelaskan tentang kebijakan pemerintah dalam melakukan pengendalian batubara.

Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) juga sejalan dengan hal yang telah dimandatkan dalam RPJMN tahun 2015 – 2019. Rencana tersebut mengatakan bahwa target produksi batubara tahun ini 406 juta ton dengan melakukan skenario pembatasan produksi hingga 400 juta ton di tahun 2019 (PWYP, 2018).

Realitasnya, produksi batubara hingga semester tahun ini sudah mencapai 163,44 juta ton dan diprediksi akan melibihi 485 juta ton pada akhir tahun (PWYP, 2018). Hal tersebut menunjukkan bahwa pemerintah tidak konsisten terhadap kebijakan dan rencana yang telah dibuat. Padahal, pemerintah Indonesia juga telah berkomitmen untuk turut menurunkan emisi gas rumah kaca dunia yang dipertegas dalam Climate Change Conference di Marrakech, Maroko pada November 2016 (Ditjen PPI, 2016).

Ketergantungan Energi

Selama ini energi digunakan untuk kebutuhan listrik, rumah tangga, dan kendaraan. Seiring meningkatnya perekonomian dan populasi penduduk menyebabkan tiga hal tersebut menjadi kebutuhan penting. Sehingga, untuk memenuhi kebutuhan domestik, pemerintah berusaha untuk mencukupinya. Bahkan, tak tanggung – tangung pemerintah memberikan subsidi kepada masyarakat yang tergolong berpendapatan rendah.

Dalam Undang – Undang Nomor 30 Tahun 2007 disebutkan bahwa subsidi diberikan pada kelompok masyarakat miskin. Pada kenyataanya, terjadi salah sasaran dalam hal ini. Yaitu, penggunaan energi bersubsidi yang juga digunakan oleh golongan – golongan berpenghasilan tinggi. Tidak bisa sepenuhnya kita menyalahkan pemerintah atas tersebut. Karena hal itu terjadi akibat dari kurang kesadaran masyarakat Indonesia untuk menaati kebijakan yang sudah dibuat oleh pemerintah.

Adanya subsidi menjadi sebuah tantangan dan dilema bagi pemerintah. Pasalnya, jika subsidi dihapus, harga BBM akan melambung tinggi. Sedangkan, seluruh lapisan masyarakat belum menikmatinya. BBM banyak dinikmati di titik – titik wilayah tertentu yang memiliki infrastruktur memadai. Sehingga, subsidi BBM belum merata di wilayah Indonesia.

Dampak subsidi yang turut dirasakan oleh masyarakat bermobil pribadi adalah ketergantungan masyarakat. Dengan adanya harga murah, masyarakat berpikir untuk selalu mengkonsumsinya. Hal itu dapat dibuktikan dengan semakin banyaknya penggunaan kendaraan pribadi di Indonesia dari tahun ke tahun. Oleh karenanya, permintaan akan energi semakin melambung tinggi. Permintaan yang tinggi tersebut dapat dibuktikan melalui anggaran biaya subsidi yang dikeluarkan oleh pemerintah sebesar 250 triliyun rupiah pada tahun 2012 (Kemenkeu, 2013). Lalu bagaimana dengan saat ini?

Dua hal yang perlu disadari oleh masyarakat Indonesia bahwa pada kenyataannya permintaan energi selalu berada di atas pertumbuhan ekonomi. Tahun 2012, pertumbuhan ekonomi 6,2% dan permintaan energi naik 8,4% (Kemenkeu, 2013). Indonesia juga merupakan negara pengekspor sekaligus pengimpor migas sejak tahun 2003. Jenis migas yang diekspor berbeda dan tentunya memiliki harga yang lebih rendah dari harga impor.

Dampak Lingkungan

Seperti telah diketahui sejak masa kelas empat Sekolah Dasar (SD), energi fosil merupakan energi tak terbarukan dan tak berkelanjutan. Di masa – masa sekarang, mulai disadari energi fosil sangat berdampak buruk terhadap lingkungan. Mungkin sebab inilah pemerintah Indonesia membuat kebijakan untuk melakukan efisiensi dan diversifikasi energi.

Dampak buruk terhadap lingkungan disadari ketika polusi udara yang dihasilkan dari energi fosil menyebabkan perubahan iklim. Tak hanya itu, adanya pertambangan – pertambangan besar untuk eksploitasi energi fosil mengakibatkan beragam permasalahan. Seperti pembukaan lahan hutan (pertambangan di darat) yang berakhir pada hilangnya habitat flora dan fauna, rusaknya ekosistem laut, dan bahkan konflik dengan masyarakat lokal di sekitar area pertambangan.

Contoh kerusakan akibat penambangan batubara di Muara Tae, Kecamatan Jempang, Kutai Barat, Kalimantan Timur yaitu tercemarnya air sungai dan mata air di kawasan tersebut. Sebuah perusahaan tambang batubara melakukan eksplorasi dan eksploitasi sejak 1996/1997 hingga sekarang. Mereka meninggalkan bekas galian hingga membentuk danau berwarna hijau dan dibiarkan begitu saja. Partikel logam berbahaya yang terkandung di dalamnya merembes dan menyebabkan pencemaran (FWI, 2017).

 

Sumber Pustaka:

Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. 2016. Komitmen Indonesia untuk Menurunkan Emisi Dunia Dipertegas di Marrakech Climate Change Conference. http://ditjenppi.menlhk.go.id/index.php/berita-ppi/2779-komitmen-indonesia-untuk-menurunkan-emisi-dunia-dipertegas-di-marrakech-climate-change-conference. Diakses pada 3 Agustus 2018.

Forest Watch Indonesia. 2017. Silang Sengkarut Pengelolaan Hutan dan Lahan: Studi Kasus Tumpang Tindih di Muara Tae dan Muara Lambakan Kalimantan Timur. http://fwi.or.id/wp-content/uploads/2017/10/silang_sengkarut_sml.pdf. Diakses pada 29 July 2018.

Kementerian ESDM. 2012. Pusat Data dan Informasi Kementerian ESDM 2012.

Kementerian Keuangan Repubik Indonesia. 2013. Komitmen Indonesia Untuk Pembatasan Subsidi Bahan Bakar Fosil dan Peningkatan Efisiensi Energi di G20. https://www.kemenkeu.go.id/sites/default/files/pembatasan%20subsidi%20bahan%20bakar%20fosil%20dan%20efisiensi%20energi.pdf. Diakses pada 3 Agustus 2018.

Publish What You Pay. 2018. Pemerintah Diminta Konsisten Kendalikan Produksi Batubara.

https://pwyp-indonesia.org/id/461834/pemerintah-diminta-konsisten-kendalikan-produksi-batubara/. Diakses pada 29 July 2018.

Posted in ARTIKEL

Leave a Reply

Your email address will not be published.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.