Menu Close

[Hari Kartini]: Sektor Kehutanan Terjebak dalam Kegelapan?

Tepat 139 tahun yang lalu dilahirkannya sosok wanita sekaligus Ibu bangsa Indonesia. Ya dialah Kartini Djojo Adhiningrat putri seorang penguasa Jepara (baca: bupati) kala itu, sedangkan ibu Kartini adalah anak dari seorang guru dan kiai yang merupakan rakyat biasa. Pada masa kolonial Belanda peraturan mengharuskan seorang bangsawan atau penguasa harus menikahi putri bangsawan pula. Hal ini menyebabkan ayah Kartini harus menikahi seorang putra bangsawan, kemudian dipersuntinglah R.A Woerjan. Oleh karena Kartini merupakan keturunan bangsawan maka diberikanlah gelar Raden Adjeng (R.A), yang sampai saat ini sangat dikenal dengan nama R.A Kartini.

Usaha kerasnya dalam mengabdi kepada bangsa menyebabkan dirinya ditetapkan oleh Ir. Soekarno sebagai pahlawan nasional. Setiap tanggal 21 April bangsa ini menyebutnya sebagai Hari Kartini.
Kartini kecil sangat giat dalam belajar. Bahkan ia merupakan lulusan di Europese Lagere School (ELS), sekolah khusus para anak dari seorang bangsawan, karena wanita biasa pada masa itu dilarang untuk bersekolah atau menempuh pendidikan. Disanalah ia belajar bahasa Belanda, hingga akhirnya mahir dalam berbahasa Belanda. Sejak usainya 12 Tahun ia tidak diperkenankan oleh ayahnya untuk melanjutkan studi di Batavia maupun di bumi Belanda meskipun telah mendapat beasiswa, namun kondisi itu tidak membuatnya putus asa, semangatnya malah semakin menyala-nyala untuk terus menggali dan menuntut ilmu. Ia juga memiliki teman pena yang sekaligus teman sekolahnya dulu, dari sinilah Kartini mulai senang berkecimpung dalam dunia menulis serta membaca, tak sedikit Kartini menuangkan segala pemikiran soal wanita pribumi dan mengirimkan pada temannya melalui surat pos.

Meraih persamaan derajat bagi kaum wanita di masyarakan menjadi cita-cita luhur Kartini. Dengan ilmu yang dimiliki, Kartini mulai mengajarkan kepada wanita-wanita pribumi. Sejak dulu, wanita dipandang sebagai sosok yang harus berada di dalam rumah dan hidupnya untuk dipersunting oleh seorang lelaki. Wanita tidak mendapat hak untuk memperoleh pendidikan yang sama dengan para lelaki, sehingga menurut Kartini kondisi seperti ini merupakan suatu kegelapan. Wanita pula-lah yang akan menjadi guru pertama bagi anak-anaknya, justru tidak mendapatkan pendidikan yang layak, bagaimana mungkin dengan kondisi seperti akan menciptakan generasi emas bangsa Indonesia? Kartini memang sosok yang visioner, ia mengimpikan kelak wanita pribumi dapat belajar, karena dengan ilmu itulah muncul titik-titik terang di tengah kegelapan. Itulah benang merah pemikiran R.A Kartini yang selama ini dituliskan kepada teman pena-nya yang bila diartikan dalam bahasa Indonesia “Habis Gelap Terbitlah Terang”. Rupanya cita-cita Kartini terwujud meskipun ia belum sempat melihat senyum bahagia wanita pribumi yang telah mendapat hak-hak itu.

Satu hal yang dapat diteladani dari kisah perjalanan hidup R.A Kartini bagi seorang Rimabawan adalah bekerja ikhlas dan berfikir visioner. Sebenarnya ikhlas dan visioner termasuk dari kesembilan nilai Rimbawan, namun kesembilan nilai itu tampaknya hanya sekedar nilai, enggan berubah menjadi norma. Faktanya hutan Indonesia dari dulu hingga kini, terus mengalami degradasi bahkan deforestasi. Bila dilihat dari aspek keuntungan, pendapatan negara dari sektor Kehutanan sangat sedikit, terlebih kontribusi sektor kehutanan terhadap produk domestik bruto (PDB) menurun drastis dari 1,8% di tahun 1997, menjadi 0,7% di tahun 2011. Bahkan dari segi lingkungan masih sering terjadi kebarakan hutan yang notabenenya dapat meningkatkan emisi gas rumah kaca. Terlebih jika di pandang dari aspek kesejahteraan, masih banyak masyarakat pinggiran hutan yang miskin. Oleh sebab itu bekerja ikhlas dan berfikir visioner merupakan langkah awal untuk membangun hutan Indonesia yang cerah. Bekerja ikhlas berarti bekerja tanpa pamrih dan tanpa mengharap pujian dari orang lain, dengan bekerja ikhlas pula Rimbawan akan membangun hutan demi kesejahteran dan kemakmuran rakyat bukan untuk kepentingan golongan-golongan besar. Selanjutnya berfikir visioner, karena dalam membangun hutan Indonesia, Rimbawan tidak hanya dituntut untuk memperoleh pendapatan namun juga harus menjaga kesehatan alam,penerapan kebijakan jangka pendek yang salah akan mengakibatkan masalah yang serius di masa depan.

Mau sampai kapan sektor kehutanan terjebak dalam ruang kegelapan? Sudah waktunya Rimbawan untuk membuka mata dan menyadari bahwa ia sedang berada di tengah-tengah kegelapan kemudian setelah itu membuat titik penerangan dengan cahaya ilmu dan memperbanyaknya dengan keikhlasan. Akhirilah kegelapan ini! sudah saatnya bagi Kehutanan Indonesia “Habis Gelap Terbitlah Terang”.

Sumber:
https://www.biografiku.com/2009/01/biografi-ra-kartini.html
http://ppmkp.bppsdmp.pertanian.go.id/artikel/artikel-umum/sejarah-singkat-perjuangan-ra-kartini
http://republika.co.id/berita/ekonomi/makro/13/06/19/momuj8-sektor-kehutanan-tak-lagi-dijadikan-sumber-pendapatan-negara

Forestry Study Club periode 2018
Kabinet Ruang Kreasi

#RuangKreasi
#CerdasBermoral
#HariKartini
#21April

Posted in Uncategorized

Leave a Reply

Your email address will not be published.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.