Menu Close

Dinding Sosial dalam Hutan

Karya: Jhody S Pribadi

BAB I

PENDAHULUAN

  • Latar Belakang

Dalam banyak kasus, pertentangan kepentingan antara perusahaan Hak Pengusahaan Hutan (HPH), Hutan Tanaman Industri (HTI) dan pertambangan, misalnya, sering menyebabkan masyarakat lokal terlantar, tersisih dan aksesnya terhadap hutan menjadi terbatas yang akhirnya berujung pada pertikaian (Wenban-Smith, 2001).

Berbeda dengan sektor lain, konflik di sektor kehutanan melibatkan berbagai pihak, mulai dari skala lokal sampai skala nasional, dan bahkan internasional. Selain itu, perbedaan status antara pihak yang “kuat” dan yang “lemah” sangat menonjol. Pihak yang lebih kuat biasanya akan dengan mudah mempertahankan posisinya karena mereka mempunyai kekuatan untuk melawan pihak yang lemah. Mereka mempunyai informasi yang lebih banyak dan kemampuan finansial yang lebih besar dibandingkan dengan pihak yang lemah. Perbedaan kekuatan antara kedua pihak ini menyebabkan rumitnya penyelesaian konflik di sektor kehutanan (Wulan dkk., 2004).

Namun, konflik sosial di sektor kehutana pada kenyataannya jarang masuk media. Mungkin karena budaya Indonesia yang memilih untuk langsung berdamai atau mungkin untuk saling menutupi kesalahan. Justru karena tidak dikemukakan lah masalah konflik ini terulang-ulang. Sudah saatnya konflik sosial di sektor kehutanan dijadikan wacana pembelajaran dengan harapan menghindari konflik yang akan datang, menyelesaikan masalah yang ada dengan mengembangkan aspek positif, dan mengurangi dampak negatifnya.

  • Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah penulisan artikel ini antara lain:

  1. Apa saja penyebab terjadinya konflik sosial di sektor kehutanan?
  2. Apa saja dampak dari konflik sosial di sektor kehutanan?
  • Tujuan

Tujuan yang ingin dicapai dari penulisan artikel ini antara lain:

  1. Mengetahui penyebab terjadinya konflik sosial di sektro kehutanan.
  2. Mengetahui dampak dari konflik sosial di sektor kehutanan.

 

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

      Pengelolaan hutan bertujuan untuk melestarikan sumberdaya hutan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan. Namun, kenyataannya masih terdapat masyarakat miskin di dalam dan di sekitar hutan. Keberadaan masyarakat sekitar hutan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam pengelolaan sumberdaya hutan (Hamid dkk., 2011).

Menurut Wulan dkk., Penyebab konflik dalam penelitian ini dibagi menjadi lima kategori berdasarkan berita yang dilaporkan di media massa dan informasi di lapangan. Penentuan kategori didasarkan pada perbedaan jenis kegiatan yang memicu terjadinya konflik, yang diamati dari artikel koran, yaitu sebagai berikut:

  • Perambahan hutan, yakni kegiatan pembukaan lahan pada kawasan hutan yang bermasalah karena adanya perbedaan penafsiran mengenai kewenangan dalam pengelolaannya;
  • Pencurian kayu, adalah penebangan kayu secara ilegal yang dilakukan oleh masyarakat/perusahaan di lokasi yang bukan miliknya, sehingga menimbulkan konflik dengan pihak lain yang merasa dirugikan;
  • Batas, adalah perbedaan penafsiran mengenai batas-batas pengelolaan/ kepemilikan lahan antara pihak-pihak yang terlibat dalam konflik; • Batas, adalah perbedaan penafsiran mengenai batas-batas pengelolaan/ kepemilikan lahan antara pihak-pihak yang terlibat dalam konflik;
  • Perusakan lingkungan, adalah kegiatan eksploitasi yang menyebabkan terjadinya degradasi manfaat suatu SDA dan kerusakan mutu lingkungan di suatu daerah;
  • Alih fungsi, yaitu perubahan status kawasan hutan (misalnya dari hutan lindung menjadi hutan produksi) yang menimbulkan berbagai permasalahan antara pihak-pihak yang berkepentingan.

 

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

            Dalam sebuah tindakan biasanya memiliki alasan. Tentunya penyebab terjadinya konflik di sektor kehutanan punya alasan yang lebih mendasar lagi. Alasan mendasar dari tindakan-tindakan masyarakat ini biasanya adalah faktor ekonomi. Tapi dalam masalah sosial, tidak dapat begitu saja dikatakan bahwa akar permasalahnya itu dari faktor ekonomi. Faktor politik, teknologi, pendidikan, dan kesadaran masyarakat pula bisa menjadi akar permasalahan.

Faktor-faktor ini secara langsung maupun tidak langsung saling berkesinambungan. Menurut masyarakat, mereka melakukan tindakan yang memicu konflik sosial ini dikarenakan telatnya pembangunan sumber daya manusia yang akhirnya mereka memilih untuk mencuri pohon, merambah hutan, atau bahkan menjadi pemungut liat dari pengusaha-pengusaha hutan. Bila dilihat lebih dalam faktor-faktor dasar tadi memang menjadi akar permasalahan. Tapi kebijakan-kebijakan yang pemerintah berikan juga kadang tidak sesuai dengan keadaan masyarakat, ditambah dengan ketika jaman otoriter dimana kewenangan negara dalam pengelolahan itu berperan tunggal. Lalu ini menjadi pandangan yang tidak dapat hilang, baik dari pihak pemerintah maupun masyarakat pandangan ini sampai sekarang masih terasa. Padahal sebenarnya masyarakat punya kearifan tersendiri dalam mengelolah hutan yang memiliki nilai positif tertentu, sedangkan pemerintah terkadang hanya memerhatikan bagaimana SDA dapat memenuhi devisa negara.

Pandangan yang salah ini harus segera dihilangkan sesegera mungkin. Agar pembangunan sumberdaya alam dan manusia dapat saling bersinergi, hingga setidaknya keterlambat pembangunan ekonomi negara dapat lebih terbantu dengan majunya sumberdaya alam dan manusia di hutan. Karena jika tidak dihilangkan akan berdampak pada laju rusaknya hutan tak dapat dihentikan dan mengakibatkan ekonomi negara ikut menurun.

Dalam kehutanan sosial. Ketika terjadi masalah maka itu merupakan kesalah semua pihak yang terlibat. Biasanya ada pihak yang dirasa tidak terlibat padahal sebenarnya ia memiliki peran yang besar. Akademisi dan pengusaha pun sebenarnya terlibat dalam masalah sosial ini. Untuk menyelesaikan skema konflik ini memang tidak dapat selesai dengan cepat, semuanya membutuhkan proses. Akademisi bisa menyalurkan mahasiswa-mahasiswa yang expert dibidangnya untuk mengabdi di masyarakat sekitar hutan agar kearifan masyarakat dalam mengelola hutan dapat lebih baik dan dapat menghasilkan keuntungan ekonomis maupun ilmu pengetahuan eksakta, yang kemudian dapat dipublikasikan. Pengusaha-pengusaha juga dapat bekerja sama dengan masyarakatnya untuk melakukan pengelolahan hutan yang lebih efektif. Lalu pemerintah dapat memberikan sosialisasi dan peran lainnya untuk memberdayakan masyarakat dalam pembangunan SDA. Dalam kondisi tertentu bisa dibuatkan ecowisata yang secara langsung masyarakat ikut andil dalam pengelolahannya. Dari semua keuntungan ini tentunya selain kebutuhan ekonomi tercapai, Fungsi hutan dalam menjaga lingkungan, mengatur tata air, dan fungsi-fungsi hutan lainnya akan tetap terpenuhi.

BAB V

PENUTUP

Kesimpulan

  1. Penyebab terjadinya konflik sosial di sektor kehutanan adalah perambahan hutan, pencurian pohon, batas, perusakan lingkungan, dan alih fungsi.
  2. Dampak dari konflik sosial di sektor kehutanan dapat berupa makin rusaknya hutan dan makin menurunnya ekonomi negara.

Saran

  1. Melakukan penelitian-penelitian yang dapat meningkatkan pengetahuan dan kesadaran para pihak yang terlibat dalam konflik terhadap manfaat dari adanya konflik dan mengembangkan upayaupaya pengelolaan konflik yang lebih konstruktif.
  2. Mengabdikan mahasiswa yang expert dibidangnya bersama masyarakat sekitar hutan.
  3. Secara nasional, menata dan mengatur ulang keseluruhan dimensi yang terkait dengan permasalahan konflik kehutanan.

 

DAFTAR PUSTAKA

Wenban-Smith, J (ed). 2001. Forests of fear: The abuse of human rights in forest conflicts. Fern,Brussels.

Wulan Y. C., Yasmi Y., Purba C., Wollenberg E. (2004). Analisa Konflik Sektor Kehutanan di Indonesia 1997 – 2003. Center for International Forestry Research. Bogor.

Posted in Uncategorized

Leave a Reply

Your email address will not be published.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.