Seiring dengan tingginya pertumbuhan ekonomi dan penduduk di Indonesia membuat ketergantungan akan energi tak dapat dihindarkan. Namun sangat disayangkan, masyarakat masih bergantung pada energi fosil seperti minyak, gas, dan batubara. Padahal, cadangan energi tersebut semakin terbatas sementara energi terbarukan masih belum dioptimalkan.
Hal tersebut semakin diperparah dengan adanya isu pemanasan global dan lingkungan. Indonesia dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Perubahan Iklim di Paris, Perancis pada tahun 2015 lalu (COP21) telah berkomitmen untuk menurunkan emisi gas yang dihasilkan dari bahan bakar fosil.
Kepala Sub Direktorat Keteknikan dan Lingkungan Bioenergi Kementerian ESDM, Farida, memaparkan bahwa bioenergi merupakan solusi dari kedua isu tersebut. “Karena sifatnya yang terbarukan dan ramah lingkungan, dengan memanfaatkan bioenergi, kita sudah menjawab kedua isu terkait ketahanan energi dan mitigasi efek pemanasan global”, ujarnya selaku narasumber pada diskusi yang bertajuk Bioenergi Goes to Campus di Universitas Brawijaya Malang, Kamis (6/4).
Farida mengatakan Indonesia memiliki potensi yang sangat besar dalam sumber bioenergi. “Potensi bioenergi di Indonesia tersebar dari Sabang sampai Merauke”, Imbuhnya. Selain itu, Ia menambahkan keuntungan dari bioenergi lainnya adalah sustain (berkelanjutan), bersih dan ramah lingkungan, serta tidak menghasilkan polutan-polutan seperti yang dihasilkan oleh energi berbasis fosil.
Adapun salah satu biomassa yang dapat dijadikan sumber energi adalah limbah dari sektor kehutanan berupa sebetan, tatal kayu, serbuk gergaji, dan sebagainya. Selain itu juga terdapat bioenergi berupa bioetanol yang berasal dari tanaman seperti tanaman jagung, gandum, pohon willow, jerami, buluh rumput kenari, rumput tali, artichoke Yerusalem, tanaman myscanthus, dan tanaman sorghum. Ada juga penelitian dan pengembangan yang sedang berlangsung dalam penggunaan limbah padat dari perkotaan untuk menghasilkan bahan bakar etanol.
Namun dalam pengembangan bioenergi, banyak tantangan yang menyebabkan bioenergi belum dimanfaatkan secara optimal. Dosen Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, Karuniawan Puji Wicaksono, PhD. mengungkapkan bahwa harga perekonomian masih menjadi masalah utama dalam pengembangan bioenergi. “Still have something to do with research, agar masuk ke suatu pertimbangan ekonomi, Prof. Eko sudah menghitung-hitung ambang ekonomi berapa sih harganya (tanaman) jarak yang sesuai kalau disandingkan dengan solar dan lainnya”, terangnya yang menjadi narasumber lainnya di Bioenergi Goes to Campus.
Senada dengan Wicaksono, Farida mengatakan bahwa kendala terbesar adalah kurangnya Sumber Daya Manusia (SDM) yang memiliki keahlian dan keterampilan dalam pemanfaatan bioenergi dan keberadaan teknologi yang bisa membuat harga bioenergi menjadi terjangkau. Farida berpesan kepada para akademisi untuk ikut membantu turut serta memajukan pemanfaatan bioenergi di Indonesia. “Kami berharap pada rekan-rekan mahasiswa dan institusi pendidikan di Indonesia untuk ikut serta dalam mempercepat pengembangan bioenergi di Indonesia melalui penciptaan SDM yang andal, riset-riset yang dapat memudahkan dan menciptakan teknologi baru untuk mendukung dan pemanfaatan teknologi Bioenergi dengan biaya yang terjangkau dan tepat guna”, tutupnya.
Sumber:
Bioenergi Berdampak Positif pada Ketahanan Energi, Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan
Bioenergi, Jawaban Atas Isu Ketahanan Energi dan Isu Lingkungan
APA ITU BIOETANOL, MENGAPA DISEBUT PENGGANTI BENSIN YANG RAMAH LINGKUNGAN?