Menu Close

MENGENAL TEKNOLOGI KULTUR JARINGAN BAMBU SEBAGAI PELUANG MASA DEPAN : Kunjungan Instansi Forestry Study Club 2025 Fakultas Kehutanan UGM ke PT. Bambu Nusa Verde.

Penulis: Galuh Kusumaning Tyas

PT. BAMBU NUSA VERDE (BNV)

PT. Bambu Nusa Verde yang berlokasi di Jl. Mangunan, Tebonan, Pakem, Sleman, DIY merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang bioteknologi yang mengembangkan kultur jaringan bambu yang sebelumnya  telah dikembangkan di Belgia oleh Mr. Jan Oprins. Mr. Jan Oprins sendiri telah memiliki pengalaman lebih dari 40 tahun sebagai petani bambu komersial dan menjadi spesialis kultur jaringan bambu. BNV memiliki tujuan untuk menyediakan bambu berkualitas tinggi dan ramah lingkungan yang mendukung ekonomi hijau dan rendah karbon. Jenis yang dikembangkan ada 72 spesies untuk kultur jaringan dan 50 spesies bibit dari spesies Dendrocalamus, Bambusa, Gigantochloa, Guadua, Phyllostachys, dsb.

Pada tanggal 20 September 2025, Forestry Study Club Kabinet Selanica atau kelompok studi Fakultas Kehutanan, UGM melakukan kunjungan instansi ke PT. Bambu Nusa Verde untuk mempelajari teknik kultur jaringan pada tanaman bambu.

KULTUR JARINGAN BAMBU

Kultur jaringan merupakan proses perbanyakan tanaman secara vegetatif melalui jaringan tanaman (bambu) yang dikembangkan dalam laboratorium dengan menggunakan media agar. Proses kultur jaringan bambu diawali dengan pemilihan tanaman induk, dimana tanaman induk ini berasal dari hasil budidaya, bukan berasal dari tanaman (bambu) liar untuk menghindari kontaminator dari alam.

Kedua, dilakukan inisiasi bahan kultur jaringan dengan sterilisasi untuk memastikan kontaminan hilang, sehingga pertumbuhan dan proses pembiakan dalam kondisi optimal.

Ketiga, yaitu proses multiplication. Proses ini merupakan pengendalian nutrisi dan hormon pertumbuhan akar dalam lingkungan yang steril dan mempersiapkan tanaman untuk transplantasi.

Transplantasi dilakukan dengan memindahkan bambu di laboratorium ke green house dan dilakukan proses aklimatisasi terhadap kondisi eksternal dan memperkuat sistem pertumbuhan sebelum ditanam di lapangan. Setelah proses aklimatisasi terhadap kondisi eksternal dalam green house dan perakaran bambu sudah kuat, maka bibit bambu dipindahkan kedalam polybag dengan tujuan untuk memberikan ruang lebih luas untuk akar tanaman muda berkembang dan kuat untuk penanaman lapangan serta distribusi komersial.

TANTANGAN DAN PELUANG DALAM KULTUR JARINGAN BAMBU

PRODUK HASIL OLAHAN BAMBU DAN PEMASARAN

Tantangan dalam melakukan kultur jaringan bambu, yaitu proses kultur jaringan yang harus dalam keadaan steril, sehingga harus dipastikan bahwa tempat pembibitan (laboratorium), mother plant, dan alat yang digunakan dalam kondisi bersih untuk menghindari adanya kontaminasi yang menyebabkan kegagalan proses kultur jaringan.

Perbanyakan bambu dengan metode kultur jaringan (perbanyakan vegetatif) memiliki sejumlah keuntungan, seperti hasil bibit yang memiliki sifat genetika unggul sama seperti induknya, dapat dihasilkan dalam jumlah yang banyak, dan dapat dilakukan perbanyakan dalam waktu singkat.

Bambu yang sudah siap dipanen kemudian dapat diolah menjadi produk yang memiliki potensi tinggi ditengah kebutuhan masyarakat akan kayu yang meningkat. Hasil olahan bambu selain sebagai bahan komersial adalah pellet  atau bahan bakar, sebagai bahan campuran kosmetik, papan partikel, kayu lapis, dsb. 

Menurut Direktur PT. Bambu Nusa Verde (BNV) Marc Peeters dalam wawancara Yayasan Sarana Wanajaya, “bambu memiliki peluang tingkatkan ekspor, kebutuhan bambu dunia mencapai 15jt ton/tahun, sedangkan volume ekspor Indonesia hanya 2.491 ton dengan devisa USD 2,186 juta”. Bambu juga memiliki peluang untuk co-firing dengan batu bara dengan tujuan untuk mengurangi emisi CO2.

Posted in ARTIKEL

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.