Luas lautan di bumi kurang lebih mencapai 2/3 atau 70% dari total luas bumi. Begitu pula yang terjadi pada luas lautan di Indonesia. Kementerian Kelautan dan Perikanan (2017) memaparkan bahwa Indonesia memiliki luas lautan 3.25 juta km2, luas daratan 2.01 juta km2, dan luas Zona Ekonomi Ekslusif 2.55 juta km2. Dari pemaparan tersebut dapat diketahui bahwa luas lautan di Indonesia lebih luas dari daratannya. Sehingga, tak lazim jika Indonesia dijuluki dengan Negara Maritim ataupun Negeri Bahari. Bahkan, Indonesia merupakan negara yang memiliki garis pantai terpanjang kedua setelah Kanada.
Laut merupakan ekosistem yang memiliki nilai ekologis tinggi. Organisme kecil mulai dari zooplankton hingga ikan paus hidup dalam ekosistem tersebut. Dari sisi ekonomi, laut berkonstribusi terhadap perekonomian dunia yaitu US$ 2.5 triliyun per tahun. Lebih dari dua juta orang menggantungkan hidupnya pada laut dan sekitar 40% populasi dunia hidup di dalam radius 100 km dari wilayah pesisir (maritime.go.id). Mereka bergantung terhadap sumberdaya laut serta melakukan aktivitas untuk menunjang kehidupan di laut. Dari hal itu, sektor kelautan mengalami banyak tantangan dan ancaman. Misalnya pencurian ikan antar negara, penangkapan ikan menggunakan pukat harimau, rusaknya terumbu karang, serta ancaman pembuangan sampah sembarangan.
Mengingat suatu ekosistem harus stabil untuk bisa berjalan dengan baik, maka ekosistem tersebut harus terhindar dari gangguan – gangguan yang bisa merusaknya. Suatu komponen biotik dan abiotik dalam ekosistem saling berinteraksi, menjalankan rantai makanan, dan berkembang bersama – sama. Dalam ekosistem laut, sampah plastik merupakan bahan yang sangat mengancam dan jumlahnya sangat signifikan di era perindustrian saat ini. Ada berbagai macam kasus kematian makhluk laut yang tragis karena terdapat banyak kantong plastik dalam perutnya. Ocean Conservancy, sebuah organisasi nirlaba bidang konservasi laut dari AS menyebutkan bahwa sebanyak 95% sampah terendam di bawah permukaan. Jose Tavares, Direktur Kerja Sama ASEAN Kementerian Luar Negeri menjelaskan bahwa seikitnya 12.7 juta metrik ton sampah plastik terbuang ke seluruh penjuru dunia dan 80% dari sampah tersebut terbuang ke lautan per tahunnya (Wisuda, 2018). Ocean Conservancy menyebutkan bahwa terdapat lima negara di dunia yang paling berkonstribusi terhadap tercemarnya laut akibat sampah. Lima negara tersebut adalah Tiongkok, Indonesia, Filipina, Thailand, dan Vietnam. Di lima negara ini hanya sekitar 40% sampah yang dikumpulkan dengan benar. Sisanya, berakhir di laut (Hananto, 2016).
Sampah plastik semakin memprihatinkan ketika satwa – satwa laut mengira bahwa sampah tersebut merupakan makanan. Bagi penyu, plastik merupakan makanannya karena penyu mengira plastik merupakan ubur – ubur makanan penyu. (Wisuda, 2018) menyebutkan bahwa University of Exeter, Inggris pernah melakukan survey samudera tempat penyu tinggal di seluruh dunia. Hasilnya, 91% penyu yang mereka temukan terjerat alat tangkap dan telah mati. Pada kasus di Thailand, terdapat seekor paus pilot jantan mati yang ditemukan di sebuah kanal dekat perbatasan Thailand dan Malaysia. Ketika dilakukan autopsi, ditemukan 80 kantong plastik yang memiliki berat 8 kg di dalam perutnya. Kantong plastik membuat pasu tidak bisa memakan makanan yang berbutrisi (Widyanuratikah, 2018).
Sadar atau tidak, kita sebagai manusia adalah pelaku perusak ekosistem laut tersebut. Kita membuang sampah sembarangan tanpa peduli kemana sampah plastik akan bermuara. Jika kita berpikir membuang sehelai sampah saja tak masalah, bagaimana jika semua orang di dunia berpikir serupa? Bayangkan berjuta – juta manusia yang hidup di bumi dan manusia tersebut masing – masing menggunakan kantong plastik. Maka, seberapa banyak sampah plastik yang akan dihasilkan? Semoga mulai saat ini hingga ke depannya, kita memperlakukan plastik – plastik itu dengan ramah lingkungan.
Sumber:
Maritim Indonesia, Kemewahan Yang Luar Biasa
Foto : Sampah Plastik Di Lautan Indonesia
Telan 80 Kantong Plastik, Paus di Thailand Ditemukan Mati
Laporan: Lima Negara yang Berkontribusi terhadap Krisis Sampah di Lautan
Prakarsa Segitiga Terumbu Karang Dunia untuk Terumbu Karang, Perikanan dan Ketahanan Pangan