Kebakaran hutan dan lahan alias karhutla selama ini menjadi salah satu dari sekian masalah pelik kehutanan Indonesia yang terus-menerus terulang dan tak kunjung ditemukan solusi konkretnya. Salah satu penyebab utamanya adalah sulitnya melakukan pemantauan lahan hutan sebagai dasar untuk penanganan karhutla baik secara preventif, represif, ataupun kuratif. Hal ini disebabkan oleh sulitnya medan dan luasnya wilayah hutan, sehingga pemantauan lapangan sulit dilakukan, apalagi dengan sumber daya manusia yang terbatas. Pemantauan airborne ataupun spaceborne juga masih sulit dilakukan, karena belum adanya suatu sistem terdedikasi untuk memantau karhutla. Atas dasar itulah, Badan Pengelola (BP) program Reducing Emission from Deforestation and Forest Degradation + (REDD+), Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), dan World Resources Institute (WRI), berkolaborasi dengan berbagai instansi pemerintah, swasta, dan masyarakat pada Juli 2014 menciptakan dan meluncurkan suatu sistem terdedikasi untuk memantau karhutla secara ekstraterestris.
Dilansir dari website BP REDD+, sistem yang disebut sebagai Karhutla Monitoring System (KMS) ini merupakan suatu sistem terintegrasi yang menyediakan informasi near real-time terkait dengan karhutla di Indonesia. KMS ini dibuat sebagai penyedia informasi pendukung untuk membuat keputusan-keputusan manajemen karhutla secara keseluruhan. Oleh karena itu, KMS diciptakan dengan mengimplementasikan kebijakan data terbuka pemerintah sehingga dapat diakses secara bebas oleh pihak-pihak yang memiliki kepentingan terkait karhutla.
Cara kerja KMS
Sebuah situs pemerhati lingkungan hutan tropis, Mongabay.co.id, menyebutkan bahwa KMS melibatkan sebuah platform online yang bernama Global Forest Watch Fires (GFW-Fires), yang berfungsi untuk memonitor dan merespons karhutla di Asia Tenggara. Bekerjasama dengan penyedia citra satelit DigitalGlobe, sistem GFW-Fires mampu mengirimkan citra karhutla terkini dengan resolusi mencapai 50 x 50 sentimeter. Data ini diambil dari NASA yang menggunakan instrumen Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer (MODIS) yang terpasang di satelit Terra (EOS.AM). Data yang ditampilkan adalah agregat data selama 24 jam terakhir, dan diperbarui setiap satu jam. KMS lalu mengolah informasi tersebut untuk menentukan titik kebakaran, memetakan bekas kebakaran, dan memperkirakan pihak yang bertanggungjawab atas kejadian tersebut.
Sistem yang juga didukung oleh Google Earth ini juga memiliki data terkini mengenai hal-hal lain terkait pengelolaan hutan, seperti peta konsesi lahan, perusahaan pengolah hasil hutan, dan lahan dilindungi. Cakupan jangkauan pengelolaan oleh instansi tertentu juga dapat terpetakan dengan KMS. Selain itu, sistem ini juga dapat memberikan keterangan mengenai arah angin dan kualitas udara secara aktual.
Pengaruh KMS bagi penanganan karhutla Indonesia
Seperti yang telah disebutkan di awal, KMS ini diciptakan sebagai sarana untuk menangani hutan dan lahan Indonesia (khususnya yang berkaitan dengan karhutla). Proses penanganan karhutla pada dasarnya terbagi menjadi tiga, yaitu secara preventif, represif, dan kuratif. KMS memiliki pengaruh yang positif terhadap ketiga aspek penanganan karhutla tersebut.
Penanganan preventif adalah tindakan yang dilakukan sebelum peristiwa karhutla terjadi. Tindakan preventif ini diperlukan demi mencegah karhutla agar tidak sampai terjadi. KMS menyediakan informasi pendukung untuk menganalisis titik-titik wilayah yang berpotensi mengalami karhutla, baik luasan, waktu, ataupun penyebabnya. Semakin dini potensi kebakaran diketahui, semakin efektif pula penanganannya.
Penanganan represif adalah tindakan yang dilakukan saat peristiwa karhutla terjadi. Tindakan represif ini bertujuan untuk menghentikan peristiwa karhutla. Informasi-informasi mengenai kondisi terkini dari wilayah yang mengalami kebakaran yang didapat oleh KMS (contohnya lokasi titik api, wilayah terdampak, arah pergerakan api) menjadi bantuan yang sangat vital bagi keberlanjutan proses pemadaman kebakaran yang optimal. Selain itu, KMS juga terintegrasi dengan early warning system lewat SMS yang sedini mungkin memperingatkan pemangku kepentingan (contohnya kepala desa, pejabat lokal, pemadam kebakaran) bila terjadi kebakaran di suatu wilayah.
Penanganan kuratif adalah tindakan yang dilakukan setelah terjadinya peristiwa karhutla. Tindakan kuratif merupakan langkah untuk memperbaiki kondisi lingkungan yang rusak akibat karhutla dan mencegah peristiwa karhutla terulang kembali. Kemampuan KMS untuk memetakan wilayah kebakaran dikombinasikan dengan data mengenai konsesi lahan dapat dijadikan dasar untuk menentukan pihak yang bertanggung jawab atas peristiwa tersebut, dan menjadi bukti kuat pada proses peradilan. Tindakan hukum yang dilakukan diharapkan dapat menimbulkan efek jera dan membuat pihak-pihak pemegang konsesi lebih bertanggung jawab dengan lahan yang dikelola, sehingga meminimalisasi terulangnya insiden karhutla.
Meski BP REDD+ telah dibubarkan oleh Presiden Joko Widodo pada awal 2015, KMS ini masih tetap aktif dan dikelola oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). KMS bahkan telah terintegrasi dengan Manggala Agni, suatu lembaga yang berfungsi sebagai pengendali karhutla. Saat ini masyarakat umum dapat mengakses data milik KMS dan Manggala Agni lewat situs sipongi.menlhk.go.id.
Referensi artikel:
http://badan-staging.reddplusid.org/kegiatan/karhutla-monitoring-system
Sumber gambar:
screen capture dari sipongi.menlhk.go.id