Penulis: Raihanah Nadila P
Editor: Elmo Alvin Ananta
Pelibatan masyarakat dalam pengelolaan hutan sangat penting, mengingat intensitas interaksi masyarakat sekitar hutan dengan hutan sangat tinggi di semua wilayah Indonesia. Dalam paradigma perilaku sosial, perhatian dipusatkan kepada hubungan antara individu dan lingkungannya. Masyarakat maupun petani yang tinggal di sekitar kawasan hutan tersebut, sebagian besar dari mereka pada umumnya menggantungkan hidup dari sumber daya hutan yang ada di sekitarnya. Di samping itu, petani sekitar hutan pada umumnya miskin dan berpendidikan rendah. Masalah kemiskinan dan pendidikan inilah yang masih terjadi di Indonesia saat ini dan selalu menjadi sorotan bagi pemerintah maupun non pemerintah, terutama pada daerah yang hidup jauh dari perkotaan. Alasan utama masyarakat menggarap lahan hutan di sekitar tempat tinggal mereka adalah keterbatasan lahan garapan dan rendahnya pendapatan, seperti di Kabupaten Gunung Kidul. Lahan dan kawasan hutan umumnya sebagai lahan milik negara dan keadaan lahan banyak yang gundul, tandus, kering dan terjal.
Kementerian Kehutanan sebagai pemeran penting dalam mengatasi kemiskinan masyarakat sekitar kawasan hutan, kemudian melakukan program penyelenggaraan Perhutanan Sosial yang didefinisikan sebagai “inisiatif, ilmu, kebijakan, institusi, dan proses yang dimaksudkan untuk meningkatkan peran masyarakat lokal dalam mengatur dan mengelola sumber daya hutan (RECOFTC, 2013 dalam Gilmour, 2016). Perhutanan Sosial ini memiliki lima skema, salah satunya Hutan Kemasyarakatan (HKm) yang merupakan suatu program di mana masyarakat diberi hak kelola atas lahan hutan negara dan sangat ditujukan untuk memberdayakan masyarakat. Petani HKm diarahkan untuk mengelola hutan negara dan akan mendapatkan manfaat dari program tersebut.
Kementerian Kehutanan sendiri telah menerbitkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Permen LHK) No. P.83/MENLHK/ SETJEN/KUM.1/10/2016 yang mendefinisikan HKm sebagai hutan negara yang pemanfaatan utamanya ditujukan untuk memberdayakan masyarakat setempat. Adanya pendekatan skema HKm ini akan mampu memecah masalah antara pemerintah dan masyarakat di Kabupaten Gunung Kidul terutama di sekitar kawasan hutan. Sehingga, dapat terjadi perubahan yang sangat membantu terutama dalam konteks pendapatan (financial) dan perlahan mengurangi jumlah kemiskinan. Masyarakat Gunung Kidul mendapat manfaat dari pendapatan selain tanaman tumpang sari. Manfaat lain yang didapatkan oleh masyarakat Gunung Kidul antara lain sebagai berikut :
- Bagi masyarakat, HKm dapat memberikan kepastian akses untuk turut mengelola kawasan hutan, menjadi sumber mata pencaharian, dan menjamin ketersediaan air yang dapat dimanfaatkan untuk rumah tangga dan pertanian.
- Bagi pemerintah, HKm dapat meningkatkan hubungan yang baik antara pemerintah, masyarakat, dan pihak terkait lainnya. HKm juga berdampak positif pada pengamanan hutan.
- Bagi fungsi hutan dan restorasi habitat, HKm mendorong terbentuknya keanekaragaman flora dan fauna. HKm juga menjaga fungsi ekologis dan hidro-orologis melalui pola tanam campuran dan teknis konservasi lahan yang diterapkan.
Perlu adanya juga dukungan dari semua pihak yang ikut serta di dalam pelaksanaan skema HKm guna mencapai tujuan bersama meretas kemiskinan, seperti kegiatan peningkatan kapasitas dalam berbagai pelatihan secara gratis berupa pelatihan pemanenan hasil hutan dan penanaman, sehingga diharapkan kegiatan Perhutanan Sosial dapat dilaksanakan dengan lebih lancar dan adanya pemerataan pengetahuan. Peluang ini sangat dimanfaatkan oleh KTHKm Tani Manunggal yang masuk dalam Bagian Daerah Hutan (BDH) Playen, dengan SK Bupati Nomor 312/KPTS/ 2003, dan KTH Sedyo Lestari, Desa Karang-asem (Mulyadin, et al. 2016). Manfaat yang akan diperoleh bagi pelaku HKm yaitu bisa mendapat kesempatan untuk mengakses hutan negara secara legal, ekonomi, dan ekologi.
Disamping itu, Pemerintah Kabupaten Gunungkidul memberikan bantuan bibit kepada petani hutan berdasarkan kelompok dan luas areal yang telah ditetapkan. Pemberian ini tentu sangat membantu para petani dalam mengolah tanah garapannya hingga menghasilkan keuntungan yang tinggi. Jenis tanaman yang ditanam pada lahan tersebut ada penjarangan tanaman pokok (Jati), empon-empon, dan tanaman sela. Keuntungan yang akan didapatkan dari hasil tanaman ini bisa terbilang cukup tinggi, karena mereka mengutamakan jumlah tanaman pokoknya daripada tanaman lain. HKm yang ada di Kabupaten Gunung Kidul bukan hanya pengelolaan pada hutan produksi saja namun juga hutan lindung, kelompok HKm yang mengelola hutan negara berjumlah 35 kelompok. Sebagian besar mengelola hutan produksi dan hanya tiga kelompok yang mengelola hutan lindung, dengan jumlah total anggota kelompok sekitar seratus orang. HKm juga tidak lepas terhadap status sosial seperti status jabatan dan tidak lepas dari peranan sosialnya, dalam hal ini baik kementerian maupun pihak lain yang memiliki jabatan akan sangat mempengaruhi dalam hal penyuluhan misalnya dan peranan lainnya yang mendukung masyarakat juga petani.
Adanya program HKm ini bisa memberi kontribusi pendapatan yang cukup penting terhadap struktur pendapatan rumah tangga para petani HKm. Kontribusi pendapatan dari lahan HKm pada masyarakat miskin meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa lahan HKm menjadi sumber pendapatan utama petani HKm yang miskin (Supriyanto, Jayawinangun, & Saputro, 2016). Tujuan pengelolaan program HKm tidak sekedar memberikan alternatif agar masyarakat dapat mengelola hutan, tetapi juga memberikan kesempatan dan kepercayaan kepada masyarakat bersama-sama dengan berbagai pihak untuk mengelola sumber daya hutan agar dapat mencapai kesejahteraan dengan senantiasa memperhatikan upaya pelestarian alam (Ekawati, et al. 2020).
Permasalahan kemiskinan di Indonesia adalah masalah yang masih dihadapi oleh bangsa Indonesia. Kelompok kemiskinan dan pendidikan yang rendah banyak terjadi pada kalangan masyarakat di sekitar kawasan hutan yang bergantung pada hasil hutan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Pemerintah mengimplementasikan dan berupaya semaksimal mungkin terhadap program Perhutanan Sosial sebagai langkah untuk meretas permasalahan tersebut. Skema dalam program Perhutanan Sosial salah satunya adalah Hutan Kemasyarakatan (HKm) yang bertujuan agar dapat memberdayakan masyarakat dan masyarakat mendapat kesempatan atas pengelolaan maupun akses terhadap hutan negara. Sehingga, para petani yang menggarap lahan bisa menanam pada jenis pepohonan juga karena berdampak pada hasil yang akan didapatkan juga sangat menguntungkan. Perlu juga ada pembinaan dan pelatihan dari dinas terkait sebagai sarana komunikasi agar program HKm dapat efektif meningkatkan pendapatan keluarga petani dan juga pengetahuan para petani semakin bertambah.
Referensi :
Ekawati, S., Sri, S., & Syaiful, A. (2020). Bersama Membangun Perhutanan Sosial . Bogor: IPB Press.
Gilmour, D. (2016). Forty Years of Community-Based Forestry a Review of Its . Rome: Food and Agriculture Organization of the United Nations.
Mulyadin, R., M., S., & Ariawan, K. (2016). Kajian Hutan Kemasyarakatan Sebagai Sumber Pendapatan: Kasus di Kabupaten Gunung Kidul. Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan,, Vol 13 (1). 13-23.
Supriyanto, H., Jayawinangun, R., & Saputro, B. (2016). Hutan Kemasyarakatan Hidup Matinya Petani Miskin. Bogor: IPB Press.
Sumber gambar :
http://agroindonesia.co.id/2017/12/sejarah-perhutanan-sosial-antara-kesejahteraan-masyarakat-dan-kelestarian-fungsi-kawasan-hutan/